24 Mei 2014

Menyederhanakan Sesuatu yang Kompleks


Tentang apa yang saya dapatkan setengah tahun ini, sungguh tidaklah terlalu penting. Hanya beberapa fenomena yang sedikit merubah cara pandang saya terhadap hal-hal kompleks dalam kehidupan sehari-hari. Membaca tabloid, mengurangi konsumsi kopi, membeli CD original, berkacamata, bahkan hidup tanpa ponsel adalah sejumlah cara baru saya menikmati hidup dengan lebih simpel.
Terhitung sejak awal Mei, maka genap setengah bulan saya hidup tanpa ponsel. Dengan begitu, aktivitas konvensional seperti bersantai sambil membaca tabloid kertas bisa terlakoni kembali. Tanpa ponsel, saya lebih bisa bercengkerama dengan sesama manusia selama mungkin. Suatu bentuk sosialisasi sederhana yang akhir-akhir ini sukar dilakukan dengan gadget di tangan. Begitu menyenangkan, karena Tabloid Kertas dan Bercengkerama belum dijual di Android Market.
Berikutnya tentang musik. Sebelumnya, tidak ada salahnya jika kita meluangkan waktu sejenak untuk menonton sebuah film dokumenter Artifact (2012) atau tayangan Music Everywhere di TV. Sudah rampung? Lalu, semoga kebiasaan yang satu ini bisa mendukung eksistensi para personel yang hidup dan berjuang di dunia musik, "Sebisa mungkin hindari pembajakan, belilah CD original jika masih tersedia di toko musik!" Bukankah lebih nyaman mendengar musik dengan bit rate 1411 kbps via CD daripada 128 kbps hasil download gratisan? Cobalah!
Oh ya, masih ingatkah kawan dengan posting saya tentang game beberapa waktu lalu? Itulah salah satu penyebab otot silaris di kedua mata saya semakin kacau dalam hal akomodasi. Satu game dalam durasi ratusan jam dari jarak kurang dari semeter. Benar-benar melelahkan. Efek samping yang berhasil diraih adalah sulit membaca subtitle film layar lebar dari deret kursi K. Lalu, hasil tes mata pun mencantumkan angka -1,25. Banyak tawaran terapi mandiri untuk memulihkan penglihatan dalam jangka waktu lama. Juga iklan seputar alat pemijat yang bisa menyembuhkan mata minus, tapi sukar didapat. Singkat cerita, terpilihlah kacamata sebagai solusi cerdas nan taktis untuk mengatasi rabun jauh.
Di antara sejumlah poin di atas, mengurangi konsumsi kopi adalah yang paling sukar dilakukan. Jika merupakan suatu kewajiban, maka saya harus bersiap dengan segala konsekuensinya, seperti sakit kepala yang teramat sangat pada pagi hari menjelang siang. Belum lagi ditambah kontraindikasi mata berair, nyeri otot bahu dan potensi otak yang menurun drastis. Solusinya? Saya memutuskan untuk pindah mazhab dari pengagum kopi hitam menjadi pemuja kopi putih. Sederhana, bukan?

Original

25 komentar:

  1. weh....6 bulan tanpa ponsel? hebad....gimana caranya..?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setengah bulan Prie, dan fine-fine saja ituh :)

      Hapus
    2. wah iya, kok bisa yaa...
      tapi kalo ponselku untuk bisnis dimatikan, bisa macet semuanya....

      sakjane yo kepingin gak nganggo ponsel

      Hapus
    3. Jangan dicoba tanpa alasan yang cukup keren, Sa. Memang tidak dianjurkan untuk para pedagang :D

      Hapus
    4. Teeet... wis meh rong ulan ra hapean. Aku jek sehat.

      Hapus
  2. hidup tanpa ponsel bagai taman tak berbunga :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iki mesti KORPRI, Korps Pegawai Rhoma Irama :D

      Hapus
  3. Selamat Menempuh Hidup Baru tanpa ponsel

    BalasHapus
  4. Huahahhaa... aku belum cobaaaa... Soalnya masih jualan vector, dan harus keep in touch dg klien.. Kecuali kalau orderan selesai semua digarap, baru bisa hidup tanpa ponsel.. tapi ntar aja ah hahaa..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan khawatir, dijamin berat kok, hehe...
      Bisa dicoba waktu liburan sehari dua hari, bukan hari efektif.

      Hapus
  5. Berat juga ya hidup tanpa ponsel :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Entah sekarang berapa ratus pesan yang numpuk di angkasa, mengantri untuk masuk inbox WA, SMS dkk :)

      Hapus
  6. kopi putih itu berbahan dasar jagung ya he .... he .... di aku-aku jadi krimer :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya begitu Cak. Tapi, masih bagus lah daripada cereal yang konon berasal dari 'pasrahan' kayu dicampur bekatul :D

      Hapus
    2. heh? mosok pasrahan kayu?????

      Hapus
    3. Sudah lihat Charlie and the Chocolate Factory (2005)? Ada adegan Willy Wonka cerita bahwa cereal itu berbahan baku rautan pensil. Coba juga cari fakta-fakta tentang makanan yang ada di sekitar kita di youtube.
      Sebuah bentuk kecurangan produsen makanan yang money oriented buanget :D

      Hapus
  7. kopi hitam dan putih bagi saya sama saja, asalkan diminum di saat yg tepat :D
    salam..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang sama secara bahan, tetapi secara konsentrasi cukup berbeda, jika kopi hitam itu adalah angka 100%, maka kopi putih hanya bermain di kisaran 25%. CMIIW.

      Salam balik untuk sesama penggemar kopi :)

      Hapus
  8. Tulisan yang meng-inspirasi. mau coba ah. mudah2han bisa.

    BalasHapus
  9. Wah, sangar banget ki bisa tanpa ponsel setengah bulan mas :D

    BalasHapus
  10. Aku paling lama dua bulan, gak bisa lebih lama lagi :)

    BalasHapus

Terima kasih atas komentarnya.