Setelah menempuh delapan jam perjalanan dari Surabaya, sampailah kami di pintu gerbang Taman Nasional Baluran pada setengah tiga sore yang cukup terik di awal bulan Juli. Sesuai petunjuk dari petugas jaga di Pusat Informasi, kami harus menempuh 12 kilometer lagi untuk mencapai Guest House yang berada di Bekol Area. Sebenarnya terdapat dua lokasi Guest House, di Bekol dan Bama, hanya saja kami memilih Bekol dengan pertimbangan lokasi yang berdekatan dengan savana Bekol sebagai objek wisata andalan Baluran.
Perjalanan menuju Bekol terasa begitu lama karena mobil berpenggerak roda belakang kami harus melintasi jalan bergelombang di antara rimbunnya vegetasi hutan musim tropis. Sejenak kami benar-benar melupakan nikmatnya melaju di atas hotmix halus bermarka putih sepanjang 255 kilometer beberapa menit lalu.
Di tengah perjalanan, kami berhenti sejenak untuk menikmati keteduhan vegetasi evergreen. Sementara beberapa dari kami melakukan sesi pemotretan, saya berkesempatan untuk mengambil gambar sejumlah spesies tumbuhan eksotis seperti Gebang (Coripha utan Lamk.), jenis palem besar berbatang tunggal setinggi 15-20 meter. Tumbuhan ini begitu unik karena hanya sekali berbuah di akhir masa hidupnya, tepat sesudah daun-daunnya kering dan berganti dengan karangan bunga. Setelah menghasilkan buah dalam jumlah ribuan, pohon akan mati lalu tumbang dengan sendirinya. Tumbuhan lain yang kami temukan adalah liana berkayu serupa tuba dengan batang berbentuk pipih. Spesies yang oleh penduduk setempat diberi nama Rawetan ini memanjat tumbuhan lain untuk bersaing mendapatkan cahaya matahari.
Dua ratus meter menjelang Guest House, mobil berhenti untuk ketiga kalinya. Senandung lagu berbahasa Bali dari stasiun radio di seberang lautan menjadi backsound pengamatan kami pada dua vegetasi berbeda yang tampak di masing-masing sisi jalan utama. Jika di sebelah kiri kami adalah hutan musim tropis, maka di sisi kanan terhampar luas savana dengan spesies dominan berupa rumput liar dan beberapa jenis pohon yang tumbuh menyebar seperti Pilang (Acacia leucophloea) dan Widoro bukol (Ziziphus rotundifolia).
Nyatanya, tidak salah jika kami memilih tempat menginap di Bekol. Meski berjarak 3 kilometer dari kantin di Resort Bama, setidaknya keberadaan savana seluas 300 hektar dan menara pandang di atas bukit cukup bisa menutupi kekurangan itu. Maka, keesokan harinya kami memutuskan untuk mendaki bukit pagi-pagi demi berburu sunrise dan mengamati aktivitas satwa dari atas menara. Saat berjalan menuju menara, kami bertemu dengan dua wisatawan asal Ceko, Veronica dan Zdenka. Tampaknya mereka sedang menunggu petugas untuk memandu mereka mengeksplorasi kawasan Bekol. Lantas saya pun mengajak mereka turut serta, "Let's get the sun!"
Selanjutnya, dari atas menara pandang kami menikmati sajian panorama padang rumput luas berwarna kecokelatan lengkap dengan kawanan rusa (Cervus timorensis) yang berjalan membentuk barisan ke arah utara. Juga seekor mamalia besar soliter, kerbau liar (Bubalus bubalis) yang bergerak lamban menuju kubangan. Dua spesies tersebut melengkapi daftar menu pertunjukan hewan liar kami setelah hari pertama untuk spesies merak hijau (Pavo muticus), ayam hutan hijau (Gallus varius), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), dan banteng (Bos javanicus). Kecuali merak dan kera ekor panjang, tampaknya semua spesies yang ada memiliki kecenderungan untuk sukar didokumentasikan. Hal itu dikarenakan faktor cahaya, jarak, dan kelincahan objek yang sama sekali tidak berpihak pada jenis kamera saku besar berlensa 25 milimeter.
Cahaya matahari belum sepenuhnya menyinari setiap sudut savana Bekol. Dari menara pandang, kami berenam memutuskan untuk bereksplorasi di salah satu sudut savana yang hanya berjarak puluhan meter dari Guest House. Berbekal sebuah DSLR 550D, teman kami Ady menggelar sesi pemotretan bersama sejumlah model dadakan di antara rerumputan kering dengan latar belakang gunung Baluran yang masih berhias awan di bagian atasnya. Dengan posisi gunung di sebelah barat dan cahaya matahari pagi dari arah timur, saya merasa mendapatkan momen yang tepat untuk mengabadikan lukisan alam itu, tentu saja minus modelnya.
Perjalanan menuju Bekol terasa begitu lama karena mobil berpenggerak roda belakang kami harus melintasi jalan bergelombang di antara rimbunnya vegetasi hutan musim tropis. Sejenak kami benar-benar melupakan nikmatnya melaju di atas hotmix halus bermarka putih sepanjang 255 kilometer beberapa menit lalu.
Di tengah perjalanan, kami berhenti sejenak untuk menikmati keteduhan vegetasi evergreen. Sementara beberapa dari kami melakukan sesi pemotretan, saya berkesempatan untuk mengambil gambar sejumlah spesies tumbuhan eksotis seperti Gebang (Coripha utan Lamk.), jenis palem besar berbatang tunggal setinggi 15-20 meter. Tumbuhan ini begitu unik karena hanya sekali berbuah di akhir masa hidupnya, tepat sesudah daun-daunnya kering dan berganti dengan karangan bunga. Setelah menghasilkan buah dalam jumlah ribuan, pohon akan mati lalu tumbang dengan sendirinya. Tumbuhan lain yang kami temukan adalah liana berkayu serupa tuba dengan batang berbentuk pipih. Spesies yang oleh penduduk setempat diberi nama Rawetan ini memanjat tumbuhan lain untuk bersaing mendapatkan cahaya matahari.
Dua ratus meter menjelang Guest House, mobil berhenti untuk ketiga kalinya. Senandung lagu berbahasa Bali dari stasiun radio di seberang lautan menjadi backsound pengamatan kami pada dua vegetasi berbeda yang tampak di masing-masing sisi jalan utama. Jika di sebelah kiri kami adalah hutan musim tropis, maka di sisi kanan terhampar luas savana dengan spesies dominan berupa rumput liar dan beberapa jenis pohon yang tumbuh menyebar seperti Pilang (Acacia leucophloea) dan Widoro bukol (Ziziphus rotundifolia).
Nyatanya, tidak salah jika kami memilih tempat menginap di Bekol. Meski berjarak 3 kilometer dari kantin di Resort Bama, setidaknya keberadaan savana seluas 300 hektar dan menara pandang di atas bukit cukup bisa menutupi kekurangan itu. Maka, keesokan harinya kami memutuskan untuk mendaki bukit pagi-pagi demi berburu sunrise dan mengamati aktivitas satwa dari atas menara. Saat berjalan menuju menara, kami bertemu dengan dua wisatawan asal Ceko, Veronica dan Zdenka. Tampaknya mereka sedang menunggu petugas untuk memandu mereka mengeksplorasi kawasan Bekol. Lantas saya pun mengajak mereka turut serta, "Let's get the sun!"
Selanjutnya, dari atas menara pandang kami menikmati sajian panorama padang rumput luas berwarna kecokelatan lengkap dengan kawanan rusa (Cervus timorensis) yang berjalan membentuk barisan ke arah utara. Juga seekor mamalia besar soliter, kerbau liar (Bubalus bubalis) yang bergerak lamban menuju kubangan. Dua spesies tersebut melengkapi daftar menu pertunjukan hewan liar kami setelah hari pertama untuk spesies merak hijau (Pavo muticus), ayam hutan hijau (Gallus varius), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), dan banteng (Bos javanicus). Kecuali merak dan kera ekor panjang, tampaknya semua spesies yang ada memiliki kecenderungan untuk sukar didokumentasikan. Hal itu dikarenakan faktor cahaya, jarak, dan kelincahan objek yang sama sekali tidak berpihak pada jenis kamera saku besar berlensa 25 milimeter.
Cahaya matahari belum sepenuhnya menyinari setiap sudut savana Bekol. Dari menara pandang, kami berenam memutuskan untuk bereksplorasi di salah satu sudut savana yang hanya berjarak puluhan meter dari Guest House. Berbekal sebuah DSLR 550D, teman kami Ady menggelar sesi pemotretan bersama sejumlah model dadakan di antara rerumputan kering dengan latar belakang gunung Baluran yang masih berhias awan di bagian atasnya. Dengan posisi gunung di sebelah barat dan cahaya matahari pagi dari arah timur, saya merasa mendapatkan momen yang tepat untuk mengabadikan lukisan alam itu, tentu saja minus modelnya.
(Bersambung...)
wah uapik poto2ne..mosok mung kuwi? upload maneh sing akeh #eh
BalasHapusSek Cak, bersambung dulu. Capek dihajar pe-er yang lebih serius. Selamat menikmati yang ini dulu :)
Hapusfoto fotonya diunggah ke flickr atau picasa ngga? jadi penasaran sama foto foto di sana :)
BalasHapusSemua ada di flickr, Mas. Link-nya saya sisipkan di akhir paragraf pertama :)
HapusBaluran ini masuk dalam wilayah Banyuwangi ya Mas? Itu waktu tempuhnya 8 jam dari Surabaya? Kalo naik kereta perasaan lama deh. :(
BalasHapusHampir Banyuwangi, masih masuk kabupaten Situbondo. Normalnya perjalanan dengan mobil 7 jam tanpa istirahat. Kereta api belum pernah coba Mbak, yang express lebih cepat sepertinya.
Hapusnice post :)
BalasHapusWeiii... Model dadakan jare... Model niat itu pak :)
BalasHapusditunggu sambungannya :)
Hahaha... Konten sambungannya mungkin seputar mangrove. Kurang tau juga sih, lha wong nulis judulnya saja belum :)
HapusApik2 bos potone
BalasHapusGawe SLR apa??
- Ardian -
Suwun konco, cuman gawe poket sing ukurane rodok bongsor, Panasonic Lumix DMC-TZ10. Mari dijepret diedit disik nang potoshop cek murup wernane.
Hapushuwaaaaaaaaaaaaaa....
BalasHapushabis rioyo aaah, pokoke harus kesana
guest house bekol berapa tarifnya?
Guest House Bekol 35.000 per malam. Cek out per pukul 13:00, jika lebih dari itu kena bea tambahan 50%, jika lebih dari 18:00 dihitung 2 malam. Listrik menyala dari 17:00 hingga 23:00 saja, so siap-siap bawah baterai cadangan.
HapusGebang senasib dengan pisang..., sekali berbuah, dia akan melepaskan jiwanya. so sweet.. :)
BalasHapusYa, sebelas dua belas mungkin. Co cwit :P
HapusKalau di daerah saya, baluran itu sekujur tubuhnya dilumuri param biar pegal2nya ilang
BalasHapusSepertinya param hanya tenar di Jawa Tengah saja, pasalnya saya pernah coba cari di Surabaya malah ganti ditanya, "Param itu apa, Mas?"
Hapusnek saya cuma lewat aja kalo di baluran.. maklum perjalanan jogja lombok kan lewat sana.. :D
BalasHapusCoba kapan-kapan mampir, dijamin serasa di Afrika (tapi makannya tetep soto :D)
Hapusmendokumentasikan alam, flora, dan fauna, hmmm.... mantaps Cak, saya suka banget dengan foto2nya yang bagus Cak...
BalasHapusYa, itu bawaan sejak dulu, lebih suka motret flora, fauna, bangunan sama barang-barang yang biasa ditemui sehari-hari. Suwun...
Hapuswow Baluran, saya belum pernah kesana hahaha
BalasHapuswis pernah ke TN meru Betiri nih mas? kalau kesana mampir ya
met Ramadhan ya mas buat sampean sekeluarga
Meru Betiri, pernah baca di buku pelajaran SD dulu, belum pernah ke sana. Kalau Baluran memang yang dicari keragaman vegetasinya, terutama savana. Terima kasih, selamat menunaikan ibadah di bulan suci juga.
Hapusselalu mantap foto2ne, menunggu "bersambung"-nya!
BalasHapusTerima kasih Cak. Walah, semoga saja memang ada sambungannya, hahaha...
Hapuswah taman Baluran itu daerah mana yah? ane taunya cuman pAsar Blauran, hehehehehe, fotonya bagus2 bikin adem yang liat
BalasHapusBaluran, masuk kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Kalau kita meluncur dari Surabaya menuju Bali, lewatlah semua jenis kendaraan di depan TN Baluran. Hanya beberapa kilometer sebelum pelabuhan Banyuwangi, Ketapang-Gilimanuk. Terima kasih :)
Hapusgak pernah ke baluran nih.. hehehe.
BalasHapusLain kali boleh dicoba. Kunjungan terbaik Juli-Agustus, pas savanah masih berwarna kuning.
HapusKeren banget nih foto-fotonya,,
BalasHapusTerima kasih...
HapusIya saya pernah kesana juga mas, alhamdulillah sudah 2 kali.
BalasHapusOrang bilang Africa Van Java :D
lanjut terus nge-trip nya mas..
Salam Backpacker Indonesia dari Jember Backpacker (Y)
Alhamdulillah. Vegetasi Baluran memang tidak ada duanya, Bahkan Alas Purwo yang lebih liar alamnya.
HapusSalam balik dari Surabaya. Salam kenal juga :)