24 Desember 2013

Keong


http://www.flickr.com/photos/conchwillow/3405602862

Hingga hari ini aku masih heran, dari mana Pak Tukang Rombeng (PTR) kala itu mendapatkan hewan laut bernama keong. Bukan keong sawah yang bertubuh lunak, tetapi umang-umang, sebangsa kepiting tak bercangkang dengan kegemaran merampok cangkang hewan lain untuk dijadikan rumah. Padahal, secara geografis, desaku berjarak ratusan kilometer dari laut. Bagaimana menghidupi keong selama perjalanan jauh pada awal 90-an? Tidakkah keong-keong itu harus berganti cangkang karena tubuhnya tidak lagi muat di cangkang yang lama?
Soal PTR. Jika pada umumnya tukang rombeng bersepeda melayani barter benda-benda bekas dari plastik dengan kerupuk atau bawang untuk didaur ulang, maka rombeng jenis ini sungguh telah melakukan terobosan revolusioner, menukar barang bekas dengan keong. Target pemasaran jelaslah bukan ibu-ibu, tetapi anak-anak yang masih gemar bermain patil lele, lempar karet, bekel, dakon, dan tentunya balap keong.
Efek samping dari terobosan ini adalah beberapa anak langsung berlari masuk rumah, mencari apa-apa yang sekiranya bisa dikeongkan. Sendal jepit emak, cepuk plastik penakar beras, mainan lawas, hingga suku cadang apapun dari benda manapun tak pernah lolos dari sistem seleksi khas anak-anak, "Mak, yang ini masih dipakai?" Jika kepalan tangan yang terangkat berarti benda itu gagal jadi keong, dan sebaliknya. Adapun benda-benda yang sukses menjadi keong bisa dipastikan segera menemani hari-hari bermain anak-anak pilihan itu. Beberapa sudut kampung segera dihiasi kerumunan anak dengan kolam keruh seukuran mangkuk di bagian tengahnya, arena balap keong. Dari arena-arena semacam itulah keong-keong juara dikader. Keong juara pada umumnya merupakan keong bercangkang bulat, karena keong bercangkang runcing sering ditemukan menancap hidup-hidup di dasar kolam. Juga keong yang percaya diri, keong dengan kebiasaan bangun sendiri tanpa bantuan nafas buatan dari sang Empunya.

Catatan: Gambar keong saya pinjam dari flickr. Klik saja untuk menuju TKP.

18 komentar:

  1. lha kok podo ambek cilikanku, adoh teko laut, Tukang Rongsok jaman itu bawa keong, dan aku akan berlari ke rumah cari barang-barang sing isok di tukar. Keongnya kata Tukang Rongsok di kasih makan sepet (serabut kelapa) yang di kasih air he he he ....

    BalasHapus
    Balasan
    1. aku kok gak menangi jaman keong bisa dibarter dengan apapun ya??
      kalo ketemu keong ya pas ada pasar malem. itupun harus beli.
      sama dengan jaman sekarang, masa kecil dija. dimana keong bisa dibeli di kebon rojo atau pasar legi jombang.
      sayangnya keong jaman sekarang, sudah sangat sangat modern karena di cat oleh penjualnya. tak terlihat warna asline....
      bahkan di cangkangnya ada gambar shaun the sheep atau angry birds

      Hapus
    2. @Cak Jun: Ya, pada akhirnya saya pun tahu kalau di dalam karung tepung pengangkut keongnya ada sejumlah sobekan serabut kelapa basah. Sayangnya PTR tidak pernah memberi advice, "How to Feed Your Hermit Crab." Semacam rahasia kali yak... :)

      @Elsa: Wah, rupanya area pemasaran Pak Tukang Rombeng Keong belum sampai Ringin Conthong, hehehe. Kalau sekarang keong dijual setelah cangkangnya dicat. Bahkan disertai rumah warna-warni dari cuilan matras :D

      Hapus
  2. lama saya ga mampir ke sini...pa kabar?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baik Prie. Lagi kangen ngeblog nih, sekalian bersih-bersih template.

      Hapus
  3. dulu cilianku suka lihat adu kiong sebab ga ada PS dan warnet... mesakne kionge sampe kedelep, kadang ga muncul tibae pas blumbange dikuras kionge sekarat ga kuat munggah hehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya jelas sekarat, waktu itu kan belum ada tabung oksiqen... :v

      Hapus
  4. Keonge skrang ganti ....game online..heee

    BalasHapus
    Balasan
    1. Game online bayar 3000 per jam, kalau keong sesuka hati sampai copot rumahnya :)

      Hapus
  5. Aha, mainan semasa SD! Di tempat saya disebut "kumang". Sebetulnya rada ngeri lihat kaki-kaki hewan ini, tapi kok ya dulu pernah ikut-ikutan beli. Tapi punya saya nggak dibuat balap. Penasaran aja, gitu ;))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Konon, kata anak-anak, kumang yang berkaki lima (kelmo = sikel limo) lebih cepet larinya daripada yang berkaki utuh. Apa hubungannya? Entahlah :)

      Hapus
  6. gmn klo diadain aja mas..lomba photo close up trus dicetak di "rumah keong"?? ntar hadia'e "rumah"..tp rumahe keong..piye??

    BalasHapus
  7. Ah kalau disini keong tidak laku karena kemana-mana laut semua... btw sayang juga ya kalau keong dicat begitu.. jadi inget dulu waktu di jawa juga suka beli keong tapi terakhir mati karena gak tau makan apa padahal cukup kasi makan kelapa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, itu dia! Dulu, banyak keong saya yang mati karena malnutrisi. Makanan yang saya beri waktu itu adalah "kerokan" lumut pagar :)

      Hapus
  8. terimakasih atas informasinya sukses selalu

    BalasHapus
  9. nek aq tuku rek,, jaman cilikanku seket rph oleh 3 keong 😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seket repes, itu sejumlah uang sakuku setengah hari di sekolah, Kang :)

      Hapus

Terima kasih atas komentarnya.