7 Juli 2012

In Passion of Science, Baluran


Setelah menempuh delapan jam perjalanan dari Surabaya, sampailah kami di pintu gerbang Taman Nasional Baluran pada setengah tiga sore yang cukup terik di awal bulan Juli. Sesuai petunjuk dari petugas jaga di Pusat Informasi, kami harus menempuh 12 kilometer lagi untuk mencapai Guest House yang berada di Bekol Area. Sebenarnya terdapat dua lokasi Guest House, di Bekol dan Bama, hanya saja kami memilih Bekol dengan pertimbangan lokasi yang berdekatan dengan savana Bekol sebagai objek wisata andalan Baluran.
Perjalanan menuju Bekol terasa begitu lama karena mobil berpenggerak roda belakang kami harus melintasi jalan bergelombang di antara rimbunnya vegetasi hutan musim tropis. Sejenak kami benar-benar melupakan nikmatnya melaju di atas hotmix halus bermarka putih sepanjang 255 kilometer beberapa menit lalu.
Di tengah perjalanan, kami berhenti sejenak untuk menikmati keteduhan vegetasi evergreen. Sementara beberapa dari kami melakukan sesi pemotretan, saya berkesempatan untuk mengambil gambar sejumlah spesies tumbuhan eksotis seperti Gebang (Coripha utan Lamk.), jenis palem besar berbatang tunggal setinggi 15-20 meter. Tumbuhan ini begitu unik karena hanya sekali berbuah di akhir masa hidupnya, tepat sesudah daun-daunnya kering dan berganti dengan karangan bunga. Setelah menghasilkan buah dalam jumlah ribuan, pohon akan mati lalu tumbang dengan sendirinya. Tumbuhan lain yang kami temukan adalah liana berkayu serupa tuba dengan batang berbentuk pipih. Spesies yang oleh penduduk setempat diberi nama Rawetan ini memanjat tumbuhan lain untuk bersaing mendapatkan cahaya matahari.
Dua ratus meter menjelang Guest House, mobil berhenti untuk ketiga kalinya. Senandung lagu berbahasa Bali dari stasiun radio di seberang lautan menjadi backsound pengamatan kami pada dua vegetasi berbeda yang tampak di masing-masing sisi jalan utama. Jika di sebelah kiri kami adalah hutan musim tropis, maka di sisi kanan terhampar luas savana dengan spesies dominan berupa rumput liar dan beberapa jenis pohon yang tumbuh menyebar seperti Pilang (Acacia leucophloea) dan Widoro bukol (Ziziphus rotundifolia).
Nyatanya, tidak salah jika kami memilih tempat menginap di Bekol. Meski berjarak 3 kilometer dari kantin di Resort Bama, setidaknya keberadaan savana seluas 300 hektar dan menara pandang di atas bukit cukup bisa menutupi kekurangan itu. Maka, keesokan harinya kami memutuskan untuk mendaki bukit pagi-pagi demi berburu sunrise dan mengamati aktivitas satwa dari atas menara. Saat berjalan menuju menara, kami bertemu dengan dua wisatawan asal Ceko, Veronica dan Zdenka. Tampaknya mereka sedang menunggu petugas untuk memandu mereka mengeksplorasi kawasan Bekol. Lantas saya pun mengajak mereka turut serta, "Let's get the sun!"
Selanjutnya, dari atas menara pandang kami menikmati sajian panorama padang rumput luas berwarna kecokelatan lengkap dengan kawanan rusa (Cervus timorensis) yang berjalan membentuk barisan ke arah utara. Juga seekor mamalia besar soliter, kerbau liar (Bubalus bubalis) yang bergerak lamban menuju kubangan. Dua spesies tersebut melengkapi daftar menu pertunjukan hewan liar kami setelah hari pertama untuk spesies merak hijau (Pavo muticus), ayam hutan hijau (Gallus varius), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), dan banteng (Bos javanicus). Kecuali merak dan kera ekor panjang, tampaknya semua spesies yang ada memiliki kecenderungan untuk sukar didokumentasikan. Hal itu dikarenakan faktor cahaya, jarak, dan kelincahan objek yang sama sekali tidak berpihak pada jenis kamera saku besar berlensa 25 milimeter.
Cahaya matahari belum sepenuhnya menyinari setiap sudut savana Bekol. Dari menara pandang, kami berenam memutuskan untuk bereksplorasi di salah satu sudut savana yang hanya berjarak puluhan meter dari Guest House. Berbekal sebuah DSLR 550D, teman kami Ady menggelar sesi pemotretan bersama sejumlah model dadakan di antara rerumputan kering dengan latar belakang gunung Baluran yang masih berhias awan di bagian atasnya. Dengan posisi gunung di sebelah barat dan cahaya matahari pagi dari arah timur, saya merasa mendapatkan momen yang tepat untuk mengabadikan lukisan alam itu, tentu saja minus modelnya.

(Bersambung...)