
Coba ingat lagi, kapan terakhir kali Anda atau saudara di kampung mengirimkan paket penting via pos? Memang, cara tersebut sangat tepat dipilih mengingat hingga saat ini teknologi informasi belum sampai pada tahapan antar-jemput attachment berformat tiga dimensi. Lalu, bagaimana jika paket yang dikirim berupa data digital berukuran super besar? Ehm, kok jadi mirip tajuk sebuah majalah komputer ya...!!
Jadi, inilah paket yang pagi kemarin masuk ke kantor pos bersama surat dan paket serupa lainnya; dua keping DVD dalam sebuah cover plastik hitam berbungkus kertas amplop warna cokelat muda. Tujuan paket tertulis jelas wilayah kota tetangga yang berjarak sekitar 80 kilometer ke arah barat laut. Adapun penerima paket adalah seorang teman jaman kuliah dulu yang membutuhkan beberapa media pembelajaran berformat 'home theater' untuk para siswa tercintanya? Semoga tidak salah sebut.
Selain alasan mutlak yang telah disebut pada paragraf pertama, mengirim data digital bersatuan gigabyte via pos tetap lebih efektif mengingat jasa kurir manual ini sama sekali tidak membutuhkan syarat bandwith kencang. Di sisi lain, user juga dapat memperkecil kemungkinan data terkorupsi (corrupt) saat proses download berlangsung. Sisanya, tentu karena jasa pos tidak mengenal biaya hosting ekstra yang harus dibayar tiap bulan.
Secara teknis, sebelum beraksi terlebih dulu harus masuk toserba untuk membeli amplop cokelat, bolpen, dan permen karet. Amplop cokelat digunakan untuk membungkus paket agar terlihat rapi, bolpen untuk menulis alamat lengkap penerima paket juga URL blog ini selaku pihak pengirim (bolpen harus beli dulu karena status bukan lagi mahasiswa yang menjadikan barang itu sebagai kebutuhan primer :D), dan tak lupa permen karet untuk dikunyah sebagaimana mestinya.
Sampai di kantor pos ternyata masih diwajibkan antri untuk sekadar menunggu pelayanan dari petugas (antri=kelemahan jasa manual?). Saat itulah terlihat sesuatu yang unik dan agak serius di atas meja kasir. Lem kertas? Bukan (karena waktu itu memang tidak disediakan), tapi sebuah papan pengumuman mini berisi daftar barang-barang yang tidak diperbolehkan dikirim via pos, seperti:
- Kiriman yang disertai uang
- Kiriman yang disertai barang pecah belah kecuali di peking (peking???)
- Kiriman yang berisi HP (hand phone)
- Kiriman yang berisi logam mulia
- Kiriman yang berisi sesuatu yang mudah busuk
- Kiriman yang berisi sesuatu yang baunya menyengat
- Kiriman yang berisi sesuatu yang mudah meledak ataupun benda tajam
- Kiriman yang berisi bahan elektronik kecuali di peking (...lagi)
- Kiriman yang berisi cairan
Beruntung DVD bajakan atau segala sesuatu yang berhubungan dengan hak cipta tidak masuk dalam daftar. Jika masukpun, mungkin masih bisa dimaafkan karena sebatas pemakaian pribadi dan nonprofit. Oh ya, mendadak teringat sebuah adegan tentang permen karet dalam film Macgyver puluhan tahun silam. Akhirnya, semoga kunyahan permen karet tidak dianggap sebagai bahan substitusi lem kertas yang mudah busuk ataupun berbau menyengat :D.
Jadi, inilah paket yang pagi kemarin masuk ke kantor pos bersama surat dan paket serupa lainnya; dua keping DVD dalam sebuah cover plastik hitam berbungkus kertas amplop warna cokelat muda. Tujuan paket tertulis jelas wilayah kota tetangga yang berjarak sekitar 80 kilometer ke arah barat laut. Adapun penerima paket adalah seorang teman jaman kuliah dulu yang membutuhkan beberapa media pembelajaran berformat 'home theater' untuk para siswa tercintanya? Semoga tidak salah sebut.
Selain alasan mutlak yang telah disebut pada paragraf pertama, mengirim data digital bersatuan gigabyte via pos tetap lebih efektif mengingat jasa kurir manual ini sama sekali tidak membutuhkan syarat bandwith kencang. Di sisi lain, user juga dapat memperkecil kemungkinan data terkorupsi (corrupt) saat proses download berlangsung. Sisanya, tentu karena jasa pos tidak mengenal biaya hosting ekstra yang harus dibayar tiap bulan.
Secara teknis, sebelum beraksi terlebih dulu harus masuk toserba untuk membeli amplop cokelat, bolpen, dan permen karet. Amplop cokelat digunakan untuk membungkus paket agar terlihat rapi, bolpen untuk menulis alamat lengkap penerima paket juga URL blog ini selaku pihak pengirim (bolpen harus beli dulu karena status bukan lagi mahasiswa yang menjadikan barang itu sebagai kebutuhan primer :D), dan tak lupa permen karet untuk dikunyah sebagaimana mestinya.
Sampai di kantor pos ternyata masih diwajibkan antri untuk sekadar menunggu pelayanan dari petugas (antri=kelemahan jasa manual?). Saat itulah terlihat sesuatu yang unik dan agak serius di atas meja kasir. Lem kertas? Bukan (karena waktu itu memang tidak disediakan), tapi sebuah papan pengumuman mini berisi daftar barang-barang yang tidak diperbolehkan dikirim via pos, seperti:
- Kiriman yang disertai uang
- Kiriman yang disertai barang pecah belah kecuali di peking (peking???)
- Kiriman yang berisi HP (hand phone)
- Kiriman yang berisi logam mulia
- Kiriman yang berisi sesuatu yang mudah busuk
- Kiriman yang berisi sesuatu yang baunya menyengat
- Kiriman yang berisi sesuatu yang mudah meledak ataupun benda tajam
- Kiriman yang berisi bahan elektronik kecuali di peking (...lagi)
- Kiriman yang berisi cairan
Beruntung DVD bajakan atau segala sesuatu yang berhubungan dengan hak cipta tidak masuk dalam daftar. Jika masukpun, mungkin masih bisa dimaafkan karena sebatas pemakaian pribadi dan nonprofit. Oh ya, mendadak teringat sebuah adegan tentang permen karet dalam film Macgyver puluhan tahun silam. Akhirnya, semoga kunyahan permen karet tidak dianggap sebagai bahan substitusi lem kertas yang mudah busuk ataupun berbau menyengat :D.