Tentang apa yang saya dapatkan setengah tahun ini, sungguh tidaklah terlalu penting. Hanya beberapa fenomena yang sedikit merubah cara pandang saya terhadap hal-hal kompleks dalam kehidupan sehari-hari. Membaca tabloid, mengurangi konsumsi kopi, membeli CD original, berkacamata, bahkan hidup tanpa ponsel adalah sejumlah cara baru saya menikmati hidup dengan lebih simpel.
Terhitung sejak awal Mei, maka genap setengah bulan saya
hidup tanpa ponsel. Dengan begitu, aktivitas konvensional seperti bersantai
sambil membaca tabloid kertas bisa terlakoni kembali. Tanpa ponsel, saya lebih
bisa bercengkerama dengan sesama manusia selama mungkin. Suatu bentuk
sosialisasi sederhana yang akhir-akhir ini sukar dilakukan dengan gadget di
tangan. Begitu menyenangkan, karena Tabloid Kertas dan Bercengkerama belum
dijual di Android Market.
Berikutnya tentang musik. Sebelumnya, tidak ada salahnya
jika kita meluangkan waktu sejenak untuk menonton sebuah film dokumenter
Artifact (2012) atau tayangan Music Everywhere di TV. Sudah rampung? Lalu,
semoga kebiasaan yang satu ini bisa mendukung eksistensi para personel yang
hidup dan berjuang di dunia musik, "Sebisa mungkin hindari pembajakan,
belilah CD original jika masih tersedia di toko musik!" Bukankah lebih
nyaman mendengar musik dengan bit rate 1411 kbps via CD daripada 128 kbps hasil
download gratisan? Cobalah!
Oh ya, masih ingatkah kawan dengan posting saya
tentang game beberapa waktu lalu? Itulah salah satu penyebab otot silaris di
kedua mata saya semakin kacau dalam hal akomodasi. Satu game dalam durasi
ratusan jam dari jarak kurang dari semeter. Benar-benar melelahkan. Efek
samping yang berhasil diraih adalah sulit membaca subtitle film layar lebar
dari deret kursi K. Lalu, hasil tes mata pun mencantumkan angka -1,25. Banyak tawaran terapi mandiri untuk memulihkan penglihatan dalam jangka waktu lama. Juga iklan seputar alat pemijat yang bisa menyembuhkan mata minus, tapi sukar didapat. Singkat cerita, terpilihlah kacamata sebagai solusi cerdas nan taktis untuk mengatasi rabun jauh.
Di antara sejumlah poin di atas, mengurangi konsumsi
kopi adalah yang paling sukar dilakukan. Jika merupakan suatu kewajiban, maka
saya harus bersiap dengan segala konsekuensinya, seperti sakit kepala yang
teramat sangat pada pagi hari menjelang siang. Belum lagi ditambah
kontraindikasi mata berair, nyeri otot bahu dan potensi otak yang menurun
drastis. Solusinya? Saya memutuskan untuk pindah mazhab dari pengagum kopi
hitam menjadi pemuja kopi putih. Sederhana, bukan?