30 September 2009

Tanpa Jam Dinding, Ponsel dan CPU


Awal Cerita
Karena kerusakan mesin, sebuah jam dinding gratisan sisa momen kampanya pilkada tempo hari harus kehilangan fungsinya sebagai penunjuk waktu. Berbagai cara seperti mengganti baterai hingga 'turun mesin' pun telah dilakukan, tapi hasil yang diharapkan tetap saja nihil.
Karena alasan tertentu, sebuah telepon seluler hitam mulus buatan Korea hasil barter dengan produk yang serupa warna silver buatan Finlandia beberapa bulan lalu 'ditemukan' menghilang dari tangan Sang Juragan tercinta dalam sebuah tempat resepsi berkapasitas ratusan pengunjung. Semua fungsi dasar maupun tambahan seperti SLJJ, SMS, buku telepon, kalkulator, online gadget, bahkan sekali lagi penunjuk waktu terpaksa harus berpindah tangan beserta sekeping simcard plus nomor cantiknya.
Dengan alasan segera di-up grade, sebuah CPU semi seken berspek lumayan tanggung harus rela 'dibaliknamakan' dan dimasukkan dompet dalam kurun waktu empat hari menjelang lebaran, saat sejumlah insentif dan THR menumpuk. Sampai di sini semua baik-baik saja, dalam artian harga komponen di pasar tetap terpantau dan jobdes CPU Must Go On pun masih terfokus. Setidaknya hingga kasus ponsel di atas terjadi.

Skala Prioritas
Tentu saja penunjuk waktu. Meskipun antara jam dinding, ponsel dan CPU memiliki fungsi itu, tapi dari segi apapun juga jam dinding tetaplah jam dinding dengan fungsi dasar paling sesuai. Akhirnya, solusi terbaik adalah beli jam dinding baru di toko elektronik terdekat. Soal ponsel, memang sudah saatnya berganti generasi sejak Si Silver terbeli tiga tahun lalu dengan simcard yang saat itu telah berusia empat tahun. Di lain sisi, kehilangan ponsel bagi Sang Juragan adalah sesuatu yang baru dan belum pernah terjadi sebelumnya, jadi masih termaklumkan. Solusi praktis untuk kasus ini adalah beli ponsel baru, reaktivasi nomor lama ke gerai resmi operator yang bersangkutan, isi ulang pulsa, beres.
Berbeda dengan jam dinding ataupun ponsel, CPU dengan satuan kilogram paling besar kali ini terpaksa harus berada di urutan terakhir dalam skala prioritas pengadaan aktiva tetap pasca lebaran. Selain cukup kompleks, tentu saja karena alasan klasik seputar pendanaan. Semoga awal bulan depan dua prioritas pertama segera terwujud dan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar tetap tinggi untuk mewujudkan prioritas berikutnya. Amien.

Extended Cellphone Story
Critane dowo. Sakjane aq yo salah nang de'e. Paling mergo tak lokno hape lemot, fungsi tombol-tombole gak konsisten, guoblok dan lain-lain akhire de'e tersinggung terus kabur. Padahal masio iku hape dike'i, tapi sakjane aq jek sayang nang de'e. Gak popo lah, nek critene pancen ngunu akhire lak aku iso tuku sing anyar. Yo, masio sak jane nek de'e tak dol regane mung cuman kenek 250 ewu.

3 September 2009

Kaos Strip


Gambar #1

Pada dasarnya saya adalah seorang part-time blogger yang menghabiskan sebagian besar waktu di depan monitor untuk blogwalking, berkomentar dan mengisi shoutbox. Tentunya dengan berpedoman pada budaya berpikir (think), membaca (read) dan menulis (write). Untuk budaya itu sendiri, pada kenyataannya tidaklah selalu berurutan secara kronologis.

Gambar #2
Entah, sejak mengenal FB, sebagian besar atau bahkan keseluruhan ide posting yang seharusnya masuk blog harus terpenggal menjadi kesatuan yang lebih singkat, praktis, padat dan kurang jelas. Selanjutnya, ide itupun masuk ke Wall. Anehnya, meskipun kurang ekspresif, layanan yang satu ini terbukti sukses membuat banyak orang kecanduan, termasuk saya.

Gambar #3
Hingga saat ini, dalam hitungan jam saja sejumlah posting mini telah terpublikasi via FB. Di sisi lain, saya harus meluangkan waktu 29 bulan untuk menghasilkan 80 posting di blog. Sungguh merupakan sebuah kesenjangan. Meski begitu, apapun yang terjadi saya tetaplah seorang blogger paruh waktu yang masih harus 'berterima kasih' pada blog. Blog must go on...!!

Cerita Strip
Media strip dicetak di atas kain Cardet dengan teknik sablon biasa. Kaos merupakan sampel dan tidak diperjualbelikan. Jika memang terlanjur terpikat, silahkan download gambarnya selagi gratis. Meski begitu, tidak menutup kemungkinan jika pada kesempatan yang lain kaos-kaos itu akan diproduksi secara partai dan dijual eceran.