31 Januari 2010

Dari Tetangga Untuk Sang Juragan

Dan akhirnya CPU itu pun mengundurkan diri, berpulang dengan mendadak. Semoga ini bukan sebagai bentuk protes CPU terhadap load kerja yang over. Bukan juga sebagai bentuk reflektif amalan sang juragan, yang tiap hari selalu beristiqomah dan bekerja bersamanya. Lalu apa?

Mungkinkah ini pengaruh dari sang tuan--si empu yang memberikan fasilitas dan segembol keping emas yang selalu dikirim sebulan sekali pada sang juragan--, sedang punya gawe? Lalu kemudian, “punya gawe apa” atau “ada apa dengan yang punya gawe”, sampai-sampai si CPU menemui ajal?

Ku coba berpikir-pikir, mengerut-ngerutkan dahi, mengingat-ingat. Susah juga menganalisisnya. Pasal tak ada tanda-tanda atau pesan terakhir yang tersirat maupun tersurat. Semuanya terjadi begitu cepat. Bahkan mungkin sang CPU pun tidak sempat berpamitan dengan sang juragan yang selalu merawatnya dengan tulus, menyediakan aroma secangkir kopi tiap pagi.

Ya aroma kopi. Tentu yang minum kopi adalah sang juragan. Tapi aroma kopi sudah cukuplah bagi si CPU untuk bisa membangunkannya dari tidur. Pun mengetahui bahwa hari telah dimulai, dan saatnya untuk bekerja kembali. Atau mungkinkah si CPU kebanyakan menghirup aroma kopi? Harus ada penelitian yang valid untuk membuktikannya.

Aku pun mencoba mengingat. Sua terakhir dengannya, kulihat bdannya masih segar bugar. Dan tentang badannya ini, banyak orang telah memujinya. Bukan fisiknya yang bongsor, dan kepalanya yang besar. Tapi, tatapan matanya. Ya. Tatapan matanya. Luar biasa bening, menghanyutkan siapapun yang berhadapan, menatapnya, entah sekilas ataupun dengan seksama.

Sua terakhir kukenalkan dia dengan anak cukup umur, banyak orang menyebutnya camera digital (camdig). Ini sebenarnya bukan pertemuan yang nyata. Ya, karena suatu hal, camdig tidak dapat berjabat tangan dengan si CPU. Camdig tidak membawa ID pengenal yang cukup untuk bisa dikenalkan dengan si bongsor. Jalan terakhir adalah mengenalkan memori camdig dengan card reader. Untunglah teman sang juragan membantu memediasi pertemuan itu, dan mengenalkan untuk pertama kalinya dengan card readernya.

Berkali-kali ku coba mengenalkanya pada CPU, selalu gagal dan gagal. Teman sang juragan mencoba mengambil alih. Mencobanya, memaksanya berkali-kali, saya hampir yakin, hatinya sambil mengumpat, saya melihat wajahnya yang serius, dan sesekali bibirnya melontarkan pledoi bahwa sebelumnya semua berjalan baik-baik saja. Tak tangung-tanggung dia pun mencoba memori miliknya sendiri dan memang bisa. Aku tersenyum, dan tentu hatiku pun benar tersenyum.

Dalam hati, aku membenarkan celoteh teman-teman juragan. Kurang amal, itulah sebuah celoteh yang sangat dalam. Dan perlu otak yang luar biasa untuk bisa mengeksplorasi dan memahami dua kata yang diucapkan dengan binal, mengejek, tapi dengan mimik muka yang serius. Dan harus diakui juga otak teman-teman juragan ini benar-benar luar biasa, lebih dari untuk sekadar dibilang lumayan. Akupun pasrah. Tak ingat pasti, masihkah terlontar doa, dari bibir, pun dari hati. Sudah terlalu sering aku mengalami ruang seperti ini. Tapi aku berharap, aku berdoa saat itu. Mendoakan juga si CPU yang pasti ku tak tau jika ia tinggal menunggu ajal beberapa hari saja.

Dari dulu aku tidak menyerah dengan ruang dan sekat seperti ini. Bahkan aku sudah terbiasa untuk tersenyum. Disampingku, teman sang juragan tetap mencoba, memaksa mengenalkan memori camdig itu. Kuputarkan Always With Me, Always With You-nya Joe Satriani. Terus kuberpikir, kukerahkah logika-logika ihwal bagaimana cara kerja suatu benda, yang kukuasai pada waktu sekolah dulu. Terus berpositif thinking, tanpa sempat khawatir terseret arus positivisme.

Menyusul Stary Night, dan Summer Song mendayu-dayu. Dan teman-teman sang juragan pun senang mendengarnya, itu terlontar dari bibirnya yang serius. Padahal saya yakin, dia sangat ingin bercanda saat itu. Dan dengan seyakin-yakinnya pula, ku yakin si CPU pasti juga senang mendengarnya. Tak tahu pasti, apakah sebelumnya dia pernah mendengar, didengarkan, atau diputarkan lagu ini oleh sang juragan. Yang pasti ku tahu, ada teman yang bilang jika sang juragan suka juga dengan music of my country alias dangdut. Tentu dengan se-Mug kopi yang menyertai.

Tak bisa dibayangkan, jika saat itu dia tau hendak berpulang. Mungkin dia akan request yang lainnya. Mungkin dia meminta didatangkan sang juragan dan ingin berlama-lama secara intim. Tentu sangat berat jika berpamitan secara langsung. Perpisahan memang selalu terasa berat. Dan itulah kuasa tuhan. Dan semua orang pun tak ada yang tahu.

Akhirnya kusarankan teman sang juragan untuk mengambil memori terkecil dari memori yang berkali-kali dipaksanya, dan selalu gagal. Setelah beberapa kali coba, akhirnya berhasil. Alhamdulilah, setidaknya terucap di hati. Ku teruskan bekerja dengannya. Benar-benar tak tahu, jika ajal akan merenggutnya dalam beberapa jam ke depan. Ya dan pasti tak seorang pun tahu, termasuk sang juragan yang telah setia dia temani.

Ku tak bertanya lagi, perkara apa akhirnya si CPU akhirnya bisa berkenalan dan berjabat tangan denganya, meski hanya bagian kecil dari memori itu. Dan memang subtansinya di yang kecil itu kan? Ku terus bekerja dengannya. Melody Joe Satriani terus menyeruak. Sayang sang juragan tak ditempat. Pekerjaan selesai. Kutinggalkan dia. Kubiarkan menikmati Joe Satriani yang menyegarkan itu. Ku lupa, apakah sempat berpamitan atau tidak, semoga kutak terlupa mengucap terima kasih meski di hati. Karena ku yakin kami akan bertemu lagi.

Dan akhirnya di suatu pagi menjelang siang, terdengarlah kabar itu. Dia berpulang dengan mendadak. Seperti terkena serangan jantung. Mungkinkah kebanyakan rokok, kopi, makanan manis, makanan instan, atau Red label sisa dari sang juragan? Ku tak percaya, tapi harus percaya. Tampak sang juragan mondar-mandir di tempatku, selain mengabarkan duka, tentu juga segera mengambil tindakan darurat, sambil berharap jantung CPU berdetak lagi. Tapi hal itu pastilah ditepisnya. Dan sang juragan yakin jika dia sudah berpulang.

Ya memang dia telah berpulang. Sang juragan segera mengambil langkah cepat, menghubungi semua pihak terkait untuk prosesi pemakaman, tapi saya yakin ini tidak penting, dan yang lebih penting adalah bagaimana sang juragan segera mendapatkan teman baru. Ya tentu sebuah CPU. Untuk menemaninya bekerja dan pekerjaan memang telah menunggu untuk diselesaikan. Dan saya yakin dengan seyakin-yakinnya, tetap dengan se-Mug kopi yang menyertai.

Beberapa waktu setelah kau berpulang. Kulihat di situs pertemanan terkenal, sang juragan melontarkan umpatan kesal padamu, tapi ku pahami jika hatinya sangat berduka. Meski sesaat. Tapi ku yakin dia pasti merindukanmu.

Selamat jalan kawan. Terima kasih untuk semua perjumpaan kemarin. Karena sebuah cerita besar akan lahir setelah ini. Sebuah penghormatan terakhir untukmu.

Keterangan:
- Penulis adalah teman saya.
- CPU adalah partner kerja saya selama 3 tahun ini.
- Juragan adalah saya sendiri.

14 komentar:

  1. cerita apa yg maw di pamerkan???

    BalasHapus
  2. selamat berpulang ke rahmatullah ya CPU....

    BalasHapus
  3. semoga bukan karena over dosis aroma kopi...*CPU ku bisa bernasib sama*

    BalasHapus
  4. Kamu cerita ttg CPU kok kayak cerita pacar hehee... menjebak.

    BalasHapus
  5. (Agak heran) Tumben ni anak nulis panjang...

    (setelah baca dan nyekrol-nyekrol mouse) ealah, bukan tulisannya sendiri... :-)

    BalasHapus
  6. @rizky: Thumbs up, posting yang masih kaming sun pun sudah kamu pertamax-in :D
    @elsa: Semoga dia kerasan di sana :)
    @lita: Jangan khawatir, penyakit mati mendadak pada CPU dapat dicegah dengan pembersihan kandang secara teratur (jadi mirip unggas :D)
    @zee: Hehehe, itu saja cerita sumbangan dari teman kerja saya untuk saya sendiri. Pas dan memang cocok untuk saya.
    choby: Uasyem... :P

    BalasHapus
  7. turut berduka cita, bung.. namanya barang juga ada umurnya. kasihan kalo disuruh kerja terus kan.. salam kopi :)

    BalasHapus
  8. kelolodan cicak tah Fiz? Mirip kejadian sing tak alami dulu :)

    BalasHapus
  9. @mpokb: I accept your condolence Mpok... (semoga benar nulisnya :D)
    @Junaidi: Bukan Cak, tapi memang sudah umurnya, genap 3 tahun.

    BalasHapus
  10. wonge endi se??
    kok omahe kosong

    BalasHapus
  11. lho?...bukan nya CPU nya masih baru tuh mas? kok bisa mati yak?

    BalasHapus
  12. @Elsa: Wonge nang kampung sebelah... :)
    @Roel: Yang baru itu komputer pribadi Roel, terus yang mati komputer kantor.

    BalasHapus
  13. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  14. semua pasti terjadi..., dan peristiwa itu sudah terjadi..., ya sudahlah..., gitu aja kok repot.. :)

    BalasHapus

Terima kasih atas komentarnya.