18 Mei 2010

Juru Parkir


Terkadang sulit sekali untuk tidak bangga karena berhasil lolos dari juru parkir (bisa juga disebut jukir) depan warkop pinggir jalan itu. Memang, nominal lima ratus atau seribu rupiah tidaklah seberapa jika dibandingkan dengan nilai kepuasan dari efek pelarian dengan sengaja itu. Begitu dramatis, tanpa perlawanan sedikitpun dari sang Jukir.
Bukan tanpa sebab para pelanggan warung kopi di sepanjang jalan itu membenci atau setidaknya tersenyum sinis atas kebijakan setengah baru itu. Jika tiga empat tahun lalu, di tempat yang sama, setiap orang berhak memanfaatkan ruang publik berupa tepian jalan untuk sekadar memarkir motor tanpa membayar biaya apapun, kini mereka harus mengeluarkan receh dalam bentuk restribusi yang selanjutnya entah mengalir ke mana. Ditambah lagi job description jukir itu sendiri yang cenderung lebih sebagai polisi cepek pengatur arus lalu lintas di depan warkop daripada sebagai penjaga keamanan motor. Bukankah polisi cepek asli tidak pernah pasang tarif?
Oh iya, numpang lewat. Gambar ilustrasi dijepret dari lahan parkir kantor sang Juragan. Tidak berhubungan langsung dengan jukir ataupun warkop tertentu, hanya gambar ilustrasi biasa yang murni bersifat ala kadarnya. Model adalah deretan motor asli yang difilter dengan kombinasi metode Sepia Photo Filter dan Diffuse Glow.