27 Agustus 2010

Pindah Hosting


Tak terasa sudah dua tahun lebih satu bulan sepuluh hari aku tinggal di tempat yang cukup nyaman tapi agak pengap di tembok-temboknya itu. Di sanalah tempatku berteduh dari panas dan hujan, tempat menyetrika baju, tempat berkantor di kala bolos kerja, tempat menikmati setumpuk film sewaan dan bajakan, juga tempat istirokhat di saat capek menyerang badan. Di habitat itu kuperoleh keterampilan bersosialisasi dengan tukang soto, penjual tahu tek, mbaknya londre, kasir minimarket, mbaknya penjaga bengkel motor, pedagang tahu campur, dan tak lupa bapak kost beserta anak serta pembantunya.
Berstatus sewa bulanan dengan sistem pembayaran prepaid, tempat itu sungguh terdukung oleh berbagai fasilitas publik seperti warung kopi, masjid, warteg, toko serba ada, bengkel, toko asesoris komputer, pusat pemandian motor, ATM, hingga akses internet berbayar yang siap sedia 24 jam penuh. Begitu lengkap dan memadai untuk sebuah kost mahasiswa yang ditempati seorang karyawan swasta bergaji #$*&^%*! per bulan.


Jika saja tidak ada rembukan keluarga menyoal sebuah gerakan hijrah dari sepetak ruang 300 ribu per bulan menuju rumah saudara yang serba nyaman, mungkin saja sprei dan sarung bantalku hari ini sudah bersih dan berbau wangi khas parfum cair rumah londre. Adapun barang-barang pribadi yang tidak ikut terbawa pindah adalah sepasang bak cucian, setumpuk piring makan sebagai bentuk cinderamata dari kondangan di sana-sini, jam dinding yang sempat baru itu, setumpuk kaleng bekas minuman ringan, dan gembok berkode yang pernah diulas tempo hari. Sebentar, sepertinya ada indikasi Joko Sembung mangan sego sak pincuk. Gak papa, dilanjut saja!
Meski bergeser sepuluh menit menjauh dari posisi semula, atau total jadi tiga puluh menit dari kantor tercinta, opsi di atas akhirnya benar-benar terpilih sebagai pengejawantahan kehendak emak, embah, paklek dan bulek. Adapun tujuan di balik itu semua adalah demi alasan kenyamananku sendiri, tidak ada kesan sama sekali untuk menjaga jarak dengan kantor tersayang.
Oh ya, kalau ada yang bertanya soal gambar ilustrasi di atas, inilah jawabannya. Keran ulir kost, benda yang sangat berjasa dalam sejarah peradabanku. Digunakan rutin setiap hari, terutama Minggu agak siang untuk mengatur aliran air dari sumur menuju bak cucian maupun tandon. Berikutnya adalah kaleng bekas yang sengaja dibiarkan menumpuk di atas almari. Kaleng tipe pertama dulunya berisi minuman ion, sedangkan kaleng tipe kedua pernah berisi kopi susu ataupun moka. Setiap kaleng adalah teman setia saat sang Juragan menonton film ataupun bekerja keras mengejar deadline. Akhir kalimat, selamat menunaikan ibadah di bulan Ramadhan, selamat Agustusan dan tentunya, mohon maaf lahir dan batin.

TTD,

Empunya Blog